Makalah Latar Belakang Timbulnya Tasawuf
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia
sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun memiliki pancaindra (anggota tubuh), akal
pikiran dan hati sanubari. Ketiga potensi ini harus bersih, sehat, berdaya guna
dan dapat bekerja sama secara harmonis. Tasawuf berpotensi dalam penyucian hati
sanubari manusia, sebagaimana tasawuf adalah salah satu cabang ilmu islam yang
mennekankan dimensi atau aspek spiritual
dalam islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek
rohaninya ketimbang aspek jasmaninya.
Orang yang
ahli tasawuf disebut dengan seorang sufi. Seorang sufi menekankan aspek
rohaninya dari pada aspek jasmaninya.Seorang sufi selalu berusaha untuk dekat
dengan Tuhan. Dan untuk mencapai itu, terdapat tingkatannya yaitu tobat, zuhud,
sabar, shaleh, tawakal, kerelaan (ridho), cinta dan ma’rifat.
B. Rumusan
masalah
1.
Bagaimana
sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf?.
2.
Apa saja
sumber tasawuf?.
3.
Bagaimana riwayat
hidup para tokoh dan ajaran tasawuf?.
4.
Bagaimana riwayat
hidup para tokoh dan ajaran tasawuf?.
5.
Apa kritik
terhadap peraktik ajaran tasawuf secara umum?.
C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah
ini sebagai berikut ;
1.
Untuk
mengetahui apa latar belakang timbulnya tasawuf.
2.
Untuk mengetahui
apa saja sumber tasawuf.
3.
Untuk mengetahui
riwayat hidup para tokoh dan ajaran tasawuf.
4.
Untuk
mengetahui kritik terhadap peraktik ajaran tasawuf secara umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang Timbulnya Tasawuf
Tasawuf
dikenal secara luas di kawasan Islam sejak penghujung abad II Hijriah,
sebagai perkembangan lanjut dari keshalehan asketis atau para zahid yang
mengelompok di serabi Masjid Madinah. Dalam perjalanan kehidupan, kelompok ini
lebih mengkhususkan diri untuk beribadah dan pengembangan kehidupan rohaniah
dengan mengabaikan kenikmatan duniawi. Pola hidup keshalehan yang demikian
merupakan awal pertumbuhan tasawuf yang kemudian berkembang pesat dalam
masyarakat Islam.
Sebenarnya
cikal bakal munculnya tasawuf bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan
Islam itu sendiri, sebagai suatu agama dengan prilaku hidup sederhana yang
dicontohkan Rasulullah SAW sebagai Sumbernya.
Setelah
Muhammad menjadi Rasul, banyak kegiatan-kegiatan beliau yang dijadikan pedoman
dan kaum shufi merasa lega dan puas terhadap garis-garis yang telah ditunjukan
oleh Rasulullah Saw dalam menunaikan ibadah untuk lebih mendekatkan diri
(taqarub) kepada Allah SWT. Hal ini dianggap sebagai dasar amalan-amalan
tasawuf bagi hidup dan kehidupan kaum shufi, seperti: zuhud, riyadlah, dzikir,
tawakal, sabar, dan lain sebagainya.
Sebenarnya
para shahabat pun dapat memancarkan cahaya yang mereka terima dari Rasulullah
Saw kepada orang-orang di sekitarnya juga bagi generasi selanjutnya. Rasulullah
Saw telah memberi penghargaan dan pujian kepada para shahabat dengan pujian setinggi-tingginya
sebagaimana sabdanya yang artinya: “Shahabatku seperti bintang-bintang, jika
kamu mengikuti mereka, kamu akan mendapat petunjuk.”
Kesederhanaan hidup yang dilakukan kaum shufi
itu sudah dicontohkan oleh Abu Bakar Shiddiq, yang pernah hidup dengan sehelai
kain saja dan beliau pernah memegang lidahnya seraya berkata, “Lidah inilah
yang senantiasa mengecamku.” Demikian pula Umar Bin Khaththab, pernah digelari
Amirul Mukminin, namanya harum dan termasyhur, bukan saja karena dapat
menghancurkan Kaisar Rum dan Kaisar Persia, tapi juga karena beliau dapat
mengikis habis secara tuntas tradisi-tradisi mereka yang membudaya dalam
masyarakat yang bertentangan dengan Islam. Beliau pernah berpidato di hadapan
manusia sedangkan beliau memakai kain dengan dua belas tambalan dan baju empat
tambalan dan tidak memiliki kain lainnya.
Utsman
bin Affan, khalifah ketiga, terkenal sebagai seorang yang tekun beribadah dan
sangat pemalu (al-haya/bukan pengecut) meskipun juga ia terkenal sebagai
shahabat yang tekun mencari rezeki. Dalam kehidupannya penuh dengan pengabdian
setiap waktu, bahkan Kitabullah senantiasa berada di tangannya dan demikian
pula sewaktu beliau meninggal dunia diketemukan Kitabullah itu di antara kedua
belah tangannya.
Khalifah
keempat yaitu Ali bin Abi Thalib,
hidupnya sederhana pernah dalam satu bulan memakan 3 buah kurma untuk setiap
harinya. Di dalam rumahnya hanya terdapat pedang, baju rantai dan sehelai kain.
Kalau kain itu dijadikan tikar untuk tidur bersama istrinya yaitu Fatimah, tidak
cukup untuk dijadikan selimut. Demikian pula sebaliknya. Dari setiap
perkataannya keluar berbagai hikmah.
Sedangkan
menurut sebagian pendapat mengatakan bahwa teori-teori mengenai sebab-sebab
timbulnya pemikiran tasawuf dalam Islam ini antara lain adalah sebagai berikut
:
1. Pengaruh ajaran-ajaran Kristen tentang
faham menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri dalam biara-biara. Dalam
literatur Arab memang terdapat tulisan-tulisan tentang rahib-rahib yang
mengasingkan diri di padang pasir Arabia. Lampu yang mereka pasang malam hari
menjadi petunjuk jalan bagi kafilah yang lewat, kemah mereka yang sederhana
menjadi tempat berlindung bagi orang yang kemalaman dan kemurahan hati mereka
menjadi tempat memperoleh makan bagi musafir yang kelaparan.
2. Filsafat mistik Phytagoras yang
berpendapat bahwa roh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang
asing. Badan jasmani merupakan penjara bagi ruh. Kesenangan ruh yang sebenarnya
adalah di dalam samawi. Untuk memperoleh senang di alam samawi, manusia harus membersihkan
roh dengan meninggalkan hidup dari dunia materi yaitu zuhud, untuk selanjutnya
berkontemplasi. Ajaran Phytagoras untuk meninggalkan dunia dan berkontemplasi
inilah menurut pendapat sebagian orang yang mempengaruhi timbulnya zuhud dan
sufisme dalam Islam.
3. Filsafat emanasi Plotinus yang menyatakan
bahwa wujud ini memancar dari Dzat Tuhan yang Maha Esa. Roh berasal dari Tuhan
dan akan kembali pada Tuhan, tetapi dengan masuknya ke alam materi, roh menjadi
kotor dan untuk dapat kembali ke tempat asalnya roh harus terlebih dahulu
dibersihkan. Pensucian roh ialah dengan meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan
sedekat mungkin, kalau dapat bersatu dengan Tuhan.
4. Ajaran-ajaran Budha dengan paham
nirwananya. Untuk mencapai nirwana, orang harus meninggalkan dunia dan memasuki
hidup kontemplasi. Faham fana yang terdapat dalam sufisme hampir serupa dengan
faham nirwananya.
5. Ajaran agama Hindu yang mendorong manusia
untuk meninggalkan hidup duniawi dan mendekatkan diri kepada Tuhan untuk
mencapai persatuan Atman dengan Brahman.
1. Faktor ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam
kedua sumbernya Al-Qur’an dan sunnah. Kedua sumber ini mendorong untuk hidup
wara’, takwa, rajin beribadah, bertingkah laku baik, menuaikan shalat tahajjud,
berpuasa, dan sebagainya.
2. Reaksi kerohanian kaum muslim terhadap system
sosial-politik dan ekonomi di kalangan umat Islam sendiri, yaitu ketika Islam
telah tersebar ke berbagai negara sudah tentu membawa konsekuensi tertentu.
3. Kependetaan (rabbaniyah)
agama Nasrani sebagai konsekuensi agama yang lahir sebelum Islam. Pemeluknya
tersebar di seluruh negara dan sikap-sikapnya mempengaruhi masyarakat agama
lain, termasuk Islam. Ketika Islam datang, mereka mendapat posisi tertentu di
kalangan kaum muslim bahkan Al-Qur’an memuji mereka. Para pendeta Nasrani
berpengaruh terhadap kaum paganis Arab jahiliah. Mereka itulah yang menyebabkan
kehidupan penduduk di Jazirah Arab menjauhi dunia sebelum Islam datang.
4. Reaksi terhadap fiqh dan ilmu kalam. Keduanya tidak
dapat memuaskan batin seorang muslim. Ilmu yang pertama mementingkan formalisme
dan legalisme dalam menjalankan syariat Islam, sementara ilmu yang kedua
mementingkan pemikiran rasional dalam pemahaman agama Islam.
B. Sumber
Tasawuf
1. Kehidupan
Rasulullah SAW Sebagai Sumber Tasawuf
Tasawuf
pada masa Rasulullah SAW adalah sifat umum yang terdapat pada hampir semua
sahabat beliau. Dengan cara seperti ini, sedikit demi sedikit lahirlah filsafat
ibadah dan penyelidikan-penyelidikan secara
mendalam. Bersamaan dengan itu pula lahirlah mazhab-mazhab rohaniah yang
mendalam dan semuanya termasuk dalam prilaku tasawuf.
Jadi,
Rasulullah Muhammad SAW telah memberikan landasan berdasarkan wahyu Ilahi dalam
kehidupan tasawuf. Kehidupan beliau yang sangat sederhana dan meninggalkan
kehidupan mewah bertujuan memberi contoh bagi para sahabatnya. Segala sesuatu
dalam kehidupan beliau menunjukkan kehidupan yang sangat sederhana, termasuk
perabot rumah tangga, makanan, minuman, dan pakaian yang digunakan sehari-hari.
Dalam
perkembangan sejarah, ada salah seorang sahabat yang secara khusus memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Para ahli sejarah Islam menengarai bahwa sehabat inilah yang pertama mencoba
memfilsafatkan ibadah dan menjadikannya secara “tarekat” yang lebih khusus.
Sahabat inilah yang pertama kali
menyampaikan ilmu yang kemudian hari dikenal dengan ilmu tasawuf. Ia pulalah
yang membuka jalan serta membuat teori-teori ilmu tasawuf. Sahabat tersebut
adalah Hudzaifah Al-Yamani.
Pada
abad-abad berikutnya, ilmu tasawuf semakin berkembang sejalan dengan
perkembangan agama islam di berbagai belahanbumi. Dalam hal perkembangan agama
islam diberbagai wilayah dunia Islam, para sufi berperan besar dalam
menyebarkan dan mengembangkan ajaran-ajaran agama Islam kepada kaum muslim.
2. Unsur
Hidhu-Buddha
Antara
tasawuf dan system kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan
seperti sikap fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada persamaan antara
cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan Hindu. Kemudian pula paham reinkarnasi
(perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia
versi Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
Salah satu
maqomat Sufiah Al-Fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam agama Hindu. Gold Ziher
mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh Sidharta Gautama dengan
Ibrahim bin Adham tokoh sufi.
Menurut
Qomar Kailani pendapat-pendapat ini terlalu ekstrim sekali karena kalau
diterima bahwa ajaran tasawuf itu berasal dari Hindu/Budha berarti pada zaman
Nabi Muhammad telah berkembang ajaran Hindu/Budha itu Makkah, padahal sepanjang
sejarah belum ada kesimpulan seperti itu.
3. Unsur
Persia
Di antara
orientalis ada yang berpendapat bahwa tasawuf berasal dari Persia. Menurut
Dozy, penulis buku Essai sur l’histoire
de l’Islamisme menyatakan, tasawuf dikenal oleh kaum muslim melalui
orang-orang Persia, yang telah berkembang di sana karena diajarkan oleh
orang-orang India sebelum datangnya Islam. Sejak masa purba, di Persia telah
hidup suatu gagasan yang menganggap bahwa asal-usul segala sesuatu itu dari
Tuhan, semesta ini tidak mempunyai wujud tersendiri dan wujud yang sebenarnya
hanyalah Tuhan. Pendapat seperti ini juga terdapat dalam ajaran tasawuf yang
beraliran Wujudiyyah.
Pendapat
yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari Persia didasarkan karena sebagian
tokoh-tokoh tasawuf berasal dari Persia (seperti Ma’ruf Al-Karkhi dan Abu Yazid
Al-Busthami), jelas pendapat ini tidak mempunyai pijakan yang kuat. Sebab,
perkembangan tasawuf tidak sekadar upaya mereka saja, begitu banyak para sufi
Arab yang hidup di Syiria, Mesir bahkan kawasan Afrika (Maroko), seperti
Ad-Darani, Dzu An-Nun Al-Mishri, Muhyiddin bin Arabi, Umar bin Al-Farid, dan
Ibnu Athaillah As-Sakandari. Bahkan sebagian mereka adalah tokoh-tokoh yang
member dampak besar terhadap perkembangan tasawuf di Persia, seperti Ibnu
Arabi.
Arab dan
Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada bidang politik, pemikiran,
kemasyarakatan, dan sastra. Namun, belum ditemukan argumentasi kuat yang menyatakan
bahwa kehidupan kerohanian Persia telah masuk ke tanah Arab. Jelasnya,
kehidupan Arab masuk ke Persia hingga orang-orang Persia itu terkenal sebagai
ahli tasawuf.
4. Unsur
Yunani
Kebudayaan
Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana perkembangannya dimulia
pada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berfikir
filsafat Yunani ini juga telah ikut memengaruhi pola berfikir sebagian orang Islam
yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai
perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruh
filsafat Yunani ini maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah
menjadi tasawuf filsafat. Hal ini dapat dilihat dari pikiran al-Farabi’,
al-Kindi, Ibnu Sina terutama dalam uraian mereka tentang filsafat jiwa.
Dimikian juga pada uraian-uraian tasawuf dari Abu Yazid, Al-Hallaj, Ibnu Arabi,
Suhrawardi, dan lain sebagainya.
Apabila
diperhatikan memang cara kerja dari filsafat itu adalah segala sesuatu diukur
menurut akal pikiran. Tetapi dengan munculnya filsafat aliran Neo Platonis
menggambarkan, bahwa hakikat yang tertinggi hanya dapat dicapai lewat yang
diletakkan Allah pada hati setiap hamba setelah seseorang itu membersihkan
dirinya dari pengaruh materi. Ungkapan Neo Platonis: “Kenallah dirimu dengan
dirimu” diambil oleh para sufi dan di antara sufi berkata : “Siapa yang
mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya”.
5. Unsur
Nasrani (Kristen)
Pokok-pokok
ajaran tasawuf yang diklaim berasal dari agama Nasrani antara lain sebagai
berikut ;
a.
Sikap
fakir, karena Nabi Isa adalah fakir dan kitab Injil disampaikan kepada orang
fakir sebagaimana beliau pernah berucap dalam Injil Matius, “Beruntunglah kamu
orang-orang miskin karena bagi kamulah kerajaan Allah, beruntunglah kamu orang
yang lapar karena kamu akan kenyang.
b.
Sikap
tawakal, karena para pendeta telah mengamalkannya dalam sejarah hidup mereka
sebagaimana dikatakan dalam kitab Injil, “Perhatikan burung-burung di langit,
ia tidak menanam, tidak mengetam, dan tidak dukacita pada waktu susah. Bapa
kamu dari langit member kekuatan kepadanya. Bukankah kamu lebih mulia dari pada
burung?”.
c.
Fungsi
syaikh, mursyid, atau guru. Syaikh dalam ajaran tasawuf menyerupai fungsi
pendeta dalam agama Nasrani, hanya saja pendeta mempunyai wewenang untuk
menghapus dosa.
d.
Selibasi,
yaitu menahan diri tidak menikah. Pernikahan dianggap sebagai penghalang dan
bahkan dapat mengalihkan perhatian terhadap Tuhan. Bagi orang sufi, sesaat saja
lupa kepada Allah merupakan dosa.
6. Unsur
Arab
Pada masa
sebelum datangnya agama Islam dan pada masa Rasulullah istilah tasawuf belum
ada. Istilah tasawuf muncul pada setelah itu. Disebutkan bahwa perjalanan
tasawuf diibaratkan sebagai proses produksi anggur murni berikut ini,
”Disemaikan di zaman Nabi Adam, dirawat dan dipelihara di zaman Nabi Nuh, mulai
bersemi di zaman Nabi Ibrahim, tumbuh dan berkembang pesat di zaman Nabi Musa,
mencapai kematangan di zaman Nabi Isa, dan menghasilkan anggur murni di zaman
Nabi Muhammad.”
Sejak masa
Rasulullah hingga kekhalifahan Abu Bakar sampai Ali (599-661 M), selalu
diadakan berbagai pertemuan yang menghasilkan janji setia dan praktik ibadah
tasawuf. Pada abad pertama Hijriah orang Islam belum mengenal istilah tasawuf,
yang ada hanya benih-benihnya. Pada zaman ini, benih-benih tasawuf banyak
ditemui pada perilaku atau sifat Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.
Sikap-sikap
Rasulullah dan para sahabat ini kemudian dipraktikkan pula oleh kaum sufi
berikutnya. Para tabi’in merupakan
perintis dalam usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa melepaskan
Al-Qur’an dan sunnah sebagai pokok syariat Islam.
Dalam
perjalannya sejarahnya, benih-benih tasawuf mulai terlihat pada seorang tabi’in bernama Hasan Al-Bashri. Di masa
hidupnya, ia terkenal sebagai orang yang berpegang teguh pada sunnah Rasulullah
dalam menilai setiap masalah rohaniah. Para ahli sejarah sepakat istilah
tasawuf muncul pada abad II Hijriah, yaitu ketika orang-orang berusaha
meluruskan jalan menuju Ilahi dan takut kepada-Nya.
C. Riwayat Hidup Para
Tokoh dan Ajaran Tasawuf
1. Tokoh-tokoh Tasawuf
dan Ajarannya
Berikut
ini beberapa tokoh tasawuf yang terkenal beserta ajarannya, diantaranya:
a. Hasan Al-Bashri
Hasan
al-Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat taqwa, wara’
dan zahid. Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi al-Hasan. Lahir di
Madinah pada tahun 21 H tetapi dibesarkan di Wadi al-Qura. Setahun sesudah
perang Shiffin dia pindah ke Bashrah dan menetap di sana sampai ia meninggal
tahun 110 H. setelah ia menjadi warga Bashrah, ia membuka pengajian disana
karena keprihatinannya melihat gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telah
terpengaruh oleh duniawi sebagai salah satu ekses dari kemakmuran ekonomi yang
dicapai negeri-negeri Islam pada masa itu. Gerakan itulah yang menyebabkan
Hasan Basri kelak menjadi orang yang sangat berperan dalam pertumbuhan
kehidupan sufi di bashrah. Diantara ajarannya yang terpenting adalah zuhud
serta khauf dan raja’.
Dasar
pendiriannya yang paling utama adalah zuhud terhadap kehidupan duniawi sehingga
ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi.
Prinsip
kedua Hasan al-Bashri adalah al-khouf dan raja’. Dengan pengertian merasa takut
kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melakukan perintah-Nya. Serta
menyadari kekurang sempurnaannya. Oleh karena itu, prinsip ajaran ini adalah
mengandung sikap kesiapan untuk melakukan mawas diri atau muhasabah agar selalu
memikirkan kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan yang hakiki dan abadi.
b. Rabiah Al-Adawiyah
Nama
lengkapnya adalah Rabiah al-adawiyah binti ismail al Adawiyah al Bashoriyah,
juga digelari Ummu al-Khair. Ia lahir di Bashrah tahun 95 H, disebut rabi’ah
karena ia puteri ke empat dari anak-anak Ismail. Dia adalah seorang zahidah,
zahid perempuan yang dapat menghiasi lembaran sejarah sufi dalam abad kedua
hijriah. Dia termasyhur karena mengemukakan dan membawa versi baru dalam hidup
keruhanian, dimana tingkat zuhud yang diciptakan Hasan al-Bashri yang bersifat
khauf dan raja’ itu dinaikkan oleh Rabi’ah ke tingkat zuhud yang bersifat hub
(cinta) karena yang suci murni tidak mengharapkan apa-apa.
Cinta
murni kepada Tuhan adalah puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan
melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis. Cinta kepada Allah adalah
satu-satunya cinta menurutnya sehingga ia tidak bersedia membagi cintanya untuk
yang lainnya. Seperti kata-katanya “Cintaku kepada Allah telah menutup hatiku
untuk mencintai selain Dia”. Bahkan sewaktu ia ditanyai tentang cintanya kepada
Rasulullah SAW, ia menjawab: “Sebenarnya aku sangat mencintai Rasulullah, namun
kecintaanku pada al-Khaliq telah melupakanku untuk mencintai siapa saja selain
Dia”. Pernyataan ini dipertegas lagi olehnya lagi melalui syair berikut ini:
“Daku tenggelam dalam merenung kekasih jiwa, Sirna segalanya selain Dia, Karena
kekasih, sirna rasa benci dan murka”.
Bisa
dikatakan, dengan al-hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang ia rindu, ingin
dibukakan tabir yang memisahkan dirinya dengan Tuhan.
c. Al-Hallaj
Al-hallaj
adalah seorang tokoh sufi yang mengembangkan paham al-hulul. Nama lengkapnya
adalah Husein Bin Mansyur al-Hallaj. Dia dilahirkan pada tahun 244 H/858 M di
negeri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal
sampai dewasa di Waisith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia pergi
belajar pada seorang sufi yang terbesar dan terkenal bernama Sahl bin Abdullah
al-Tustur di negeri Ahwaz. Selanjutnya, ia berangkat ke Bashrah dan belajar
pada seorang sufi bernama Amr al-Makki. Pada tahun 264 H, ia masuk kota Baghdad
dan belajar pada Junaid yang juga seorang sufi. Al-Hallaj pernah menunaikan
ibadah haji di Makkah selama tiga hari. Dengan riwayat hidup singkat ini jelas
bahwa ia memiliki dasar pengetahuan tentang tasawuf yang cukup mendalam dan
kuat.[25]
Hulul
merupakan salah satu konsep didalam tasawuf falsafi yang meyakini terjadinya
kesatuan antara kholiq dengan makhluk. Hulul berimplikasi kepada bersemayamnya
sifat-sifat ke-Tuhanan kedalam diri manusia atau masuk suatu dzat kedalam dzat
yang lainnya. Hulul adalah doktrin yang sangat menyimpang. Hulul ini telah
disalah artikan oleh manusia yang telah mengaku bersatu dengan Tuhan. Sehingga
dikatakan bahwa seorang budak tetaplah seorang budak dan seorang raja tetaplah
seorang raja. Tidak ada hubungan yang satu dengan yang lainnya sehingga yang
terjadi adalah hanyalah Allah yang mengetahui Allah dan hanya Allah yang dapat
melihat Allah dan hanya Allah yang menyembah Allah.
d. Al-Ghazali
Al-Ghazali
nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad ibn al-Ghazali. Karena kedudukan
tingginya dalam Islam, dia diberi gelar Hujjatul Islam. Ayahnya, menurut
sebagian penulis biografi, bekerja sebagai pemintal wol. Dari itulah, tokoh
sufi yang satu ini terkenal dengan al-Ghazzali (yang pemintal wol), sekalipun
dia terkenal pula dengan al-Ghazali, sebagaimana diriwayatkan al-Sam’ani dalam
karyanya, al-Ansab, yang dinisbatkan pada suatu kawasan yang disebut Ghazalah.
Al-Ghazali lahir di Thus, kawasan Khurasan, tahun 1059 M. Ia pernah belajar
kepada Imam al-Haramain al-Juwaini, seorang guru besar di Madrasah al-Nizamiah
Nisyafur. Setelah mempelajari ilmu agama, al-Ghazali mempelajari teologi,
pengetaauan alam, filsafat dan lain-lain, tetapi akhirnya ia memilih tasawuf
sebagai jalan hidupnya. Setelah bertahun-tahun menggembara sebagai sufi, ia
kembali ke Tus di tahun 1105 M dan meninngal di sana tahun 1111 M.
Di
bidang tasawuf, karya-karya Al-Ghazali cukup banyak, yang paling penting adalah
Ihya’ ‘Ulum al-Din. Dalam karyanya tersebut, dia menguraikan secara terinci
pendapatnya tentang tasawuf, serta menghubungkannya dengan fiqh maupun moral
agama. Juga karya-karya lainnya, al-Munqidz min al-Dhalal, dimana ia
menguraikan secara menarik kehidupan rohaniahnya, Minhaj al-‘Abidin, Kimia’
al-Sa’adah, Misykat al-Anwar dan
sebagainya.
e. Ibn Arabi
Muhyiddin
Ibn Arabi lahir di Murcia, Spanyol tahun 1165 M. setelah menempuh studi di
Seville, ia pindah ke Tunis di taun 1194 m, dan di sana ia masuk aliran sufi.
Di tahun 1202 M ia pergi ke Makkah dan meninggal di Damaskus tahun 1240 M.
Selain
sebagai sufi, Ibn Arabi juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Jumlah
buku yang dikarangnya kira-kira berjumlah dua ratus lebih. Salah satu buku
termasyhurnya adalah Fushush al-Hikam yang merupakan wacana tentang tasawuf.
Inti
ajaran tasawuf yang diperkenalkan Ibn Arabi adalah wahdat al-wujud. Wahdat
al-wujud terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya
sendiri, tunggal, atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan
demikian, wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Dalam paham wahdat al-wujud
ada dua hal yaitu khalq (makhluk) dan haq (tuhan). Menurut paham ini setiap
sesuatu punya dua aspek (aspek luar dan dalam). Aspek luar merupakan khalq yang
merupakan sifat kemakhlukan, aspek dalam adalah haq yang mempunyai sifat
ketuhanan. Dari sini kemudian muncul pemahaman bahwa antara makhluk (manusia)
dan al-haqq (Tuhan) sebenarnya satu kesatuan dari wujud Tuhan, dan yang
sebenarnya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan wujud makhluk hanya
bayang-bayang atau fotokopi dari wujud Tuhan. Paham ini dibangun dari suatu
dasar pemikiran bahwa Allah sebagaimana diterangkan dalam al-hulul, ingin
melihat diri-Nya di luar diri-Nya, dan oleh karena itu Dia menjadikan alam
semesta ini.
Dengan
demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah. Pada saat Allah ingin melihat
diri-Nya, Dia cukup melihat alam ini. Pada benda-benda yang ada di alam ini
Allah dapat melihat diri-Nya, karena pada benda-benda alam ini terdapat
sifat-sifat Allah, dan dari sinilah timbul paham kesatuan. Paham ini juga
mengatakan bahwa yang ada di alam ini kelihatannya banyak tetapi sebenarnya
satu. Hal ini tak ubahnya seperti orang yang melihat dirinya dalam beberapa
cermin: ia melihat dirinya yang banyak, tetapi dirinya sebenarnya hanya satu.
2. Tasawuf Salafi
(Akhlaqi)
Yang dimaksud tasawuf salafi adalah tasawuf
yang digagas oleh sekumpulan tokoh ulama salaf seperti Ibnu Taimiyyah dan
muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Corak tasawuf ini menyerupai tasawuf sunni dalam
segala urusannya, terutama dalam pentingnya berpegang terhadap kitâbullah dan
sunnah, serta dalam hal tercelanya faham ittihad, hulul, wihdatul wujud,
maqâmat dan ahwal.
Sebenarnya, istilah tasawuf salafi merupakan
istilah pembelaan dari kelompok shûfi yang ingin menegaskan bahwa tidak benar
orang yang berpendapat bahwa sumber tasawuf itu berasal dari luar Islam dengan
mengedepankan Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim sebagai tokoh penggagasnya,
sehubungan keduanya merupakan tokoh puritanisme Islam.
Hal ini dapat dilihat dari pembelaan Syaikh
Muhammad Zaki Ibrahim (pendiri dan syaikh tarikat al-‘Asyirah al-Muhammadiyah
al-Syadziliyyah dan komisi pembaruan sufi serta ikatan tarikat-tarikat
yang ada di Mesir).
Menurutnya: “Dasar-dasar tasawuf terdapat
dalam Al-Qur’an dan sunnah. Hal ini tak dapat dipungkiri, bahkan oleh mereka
yang agak minim tentang Islam. Tak ada seorang pun dari kalangan Muslim yang
mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah hasil kutipan dari kitab suci Budha, Majusi,
dan Rahbaniyyah.
Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf
bersumber dari ajaran selain Islam adalah sebuah pendapat yang sembrono,
berlebih-lebihan dan penuh kebohongan.Jika yang dimaksud dengan tasawuf adalah
filsafat yang asing dari akidah dan syari’at, maka hal tersebut memang benar,
namum filsafat tersebut tidak ada hubungannya dengan tasawuf Islami.Jika ada
yang menjadikan mereka (para ahli filsafat) sebagai dasar untuk menghujat dan
menghukumi kesesatan tasawuf dengan sebab kesesatan perilaku beberapa oknum
yang mengatas namakan tasawuf, maka hal tersebut merupakan sebuah pemutar
balikan fakta yang sebenarnya. Menghukumi seseorang atas kesalahan orang lain
adalah satu perbuatan yang tercela.”
3. Tasawuf Falsafi
Tasawuf
Falsafi yaitu tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan
visi rasional. Maksudnya dalam ajarannya itu menggunakan metode yang serba
mistis atau tersembunyi, bersifat rahasia-rahasia sehingga hanya orang-orang
tertentu saja yang dapat mengenal, mengetahui dan memahami terutama kepada penganutnya. Terminologi
filosofis yang digunakan berasal dari macam-macam ajaran filsafat yang telah
mempengaruhi para tokohnya, namun keasliannya sebagai tasawuf tetap tidak
hilang. Walaupun demikian tasawuf filosofis tidak bisa dipandang sebagai
filsafat, karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq), dan tidak
pula bisa dikategorikan pada tasawuf (yang murni), karena sering diungkapkan
dengan bahasa filsafat.
4. Tasawuf Syi’i
Tasawuf Syi’I atau
Syi’ah ini merupakan kaum Syi’ah yang digolongkan yang dinisbahkan kepada
pengikut Ali bin Abi Thalib. Dalam sejarah, setelah peristiwa Perang Siffin
orang-orang pendukung fanatic Ali memisahkan diri dan banyak berdiam di daratan
Persia, yaitu suatu daratan yang terkenalkan banyak mewarisi tradisi pemikiran
sejak Imperium Persia Berjaya.
Ibnu khaldun dalam
Muqaddimah telah menyinggung soal kedekatan kaum Syi’ah dengan paham tasawuf.
Ibnu Khaldun melihat kedekatan tasawuf Falsafi dengan sekte Isma’iliyyah. Sekte
ini menyatakan terjadinya hulul atau ketuhanan para imam mereka. Menurutnya kedua kelompok ini memiliki
kesamaan, khususnya dalam persoalan “quthb” dan “abdal”. Bagi para sufi
filosof,quthb adalah puncaknya kaum ‘arifin, sedangkan abdal merupakan
perwakilan. Ibnu Khaldun menyatakan doktrin seperti ini mirip dengan doktrin
Isma’iliyyah tentang imam dan para wakil. Begitu juga dengan pakaian compang
camping yang disebut-sebut berasal dari imam Ali.
D. Kritik Terhadap Praktik Tasawuf Secara Umum
Pembaharuan
tasawuf Al-Ghazali, yaitu upayanya menehan gerakan yang wakatnya
melebih-lebihkan itu tidak berhasil, walaupun pengaruhnya luar biasa.Gerakan
mistisme menjadi sulit dikendalikan dan tidak dominan lagi.Umat mengalami
kemunduran yang selama dua abad terakhir ini mereka berupaya keras mengatasi
kemunduran ini.
Ahli-ahli tetap mendisiplinkan manusia untuk mematuhi Tuhan dan menjalankan
syariat, memperdalam komitmennya terhadap Islam dan menyucikan serta mengangkat
jiwanya pada jalan kebenaran, tasawuf menjadi penyakit yang menyebabkan atau
bahkan memperburuk gejala-gejala berikut:
1. Kasyf (pencerahan genostik) menggantikan
pengetahuan. Di bawah tasawuf, dunia muslimmeninggalkan komitmennya untuk
mencari pengetahuan ilmiah yang rasional, dengan upaya mendapatkan visi
pengalaman mistis. Kaum muslim mengabaikan pertimbangan dan pembuktian secara
kritis dari berbagai alternatif terhadap pernyataan esoterik, amalan, dan
otoritarian dari syekh (pemimpin) sufi. Bila sikap pikiran terhadap realitas
berubah dan cenderung subjektif-esoteris mengambil alih, semua ilmu pengetahuan
akan tersingkir. Bila manusia percaya kebenaran dapat diperoleh pengetahuan
kritis, rasional, dan empiris akan padam. Pada waktunya, matematika, tercampur
aduk dengan numerologi, astronomi, dengan astrologi, kimia dengan alkemi, dan
pada umumnya, rekayasa alam dengan sihir.
2. Karamah (mukjizat kecil), yang diajarkan
tasawuf hanya mungkin dalam keadaan pernyatuan atau komuni dengan Tuhan.
Karamah yang dibenarkan tasawuf sebagai anugerah yang dilimpahkan Tuhan kepada
orang yang sangat saleh, merusak perhatian muslim terhadap hubungan
sebab-akibat alamiah dan mengajarkannya untuk mencapai hasil melalui metode
konduksi spiritualistic. Menurut pemikiran, hubungan alamiah sebab dengan
akibat, sarana dengan tujuan, dihancurkan dan digantikan oleh hubungan
denganguru sufi yang mampu menampakan karamah untuknya.
3. Taabbud, kerelaan untuk meninggalkan
aktivitas sosial dan ekonomi untuk melakukan ibadah spiritulistik sepenuhnya,
dan komitmen untuk mencurahkan segenap energi untuk berdzikir menjadi tujuan utama.
Sebenarnaya, Islam memerintakan pelaksanaan lima rukun Islam, tetapi Islam
memerintahkan juga pelaksanaan khilafah dan amanat Tuhan.
4. Tawakal, kepasrahan total pada faktor
spiritual untuk menghasilkan hasil-hasil empiris, menggantikan keyakinan muslim
terhadap kemujaraban yang pasti dari hokum Tuhan dalam alam dan dari keharusan
mutlak campur tangan manusia kedalam rangkaian (nexus) sebab-akibat alam, jika
tujuan yang diproyeksikannya akan direalisasikan.
5. Qismat, penyetujuan secara
sembunyi-sembunyi dan pasif terhadap hasil tindakan kekuatan di alam yang
berubah-ubah mengantikan taklif, atau kewajiban manusia untuk merajut,
memotong, dan membentuk ulang ruang-waktu untuk merealisasikan pola Ilahiyah di
dalamnya. Bukannya Amanah, atau asumsi manusia terhadap maksud Ilahiyah untuk
ruang-waktu sebagai alasan keberadaan pribadinya sendiri, tasawuf justru
mengajarkan jalan pintas melalui dzikir dan memperbesar harapan untuk
memanipulasi kekuatan adialam, yang membuka pintu bagi sihir, azimat, dan
klenik.
6. Fana’ dan Adam, bukan realitas,
efemeralitas dan ketidakpentingan dunia, mengantikan keseriusan muslim
menyangkut eksistensi. Ini menutupi kesadaran muslim akan status kosmisnya
sebagai satu-satunya jembatan untuk merealisasikan kehendak Tuhan sebagai nilai
moral dalam ruang dan waktu. Taswuf mengajarkan bahwa hidup didunia tak lain
hanyalah perjalanan singkat menuju alam baka. Bertentangan dengan prinsip Islam
bahwa realisasi akhir dari kemutlakan dalam ruang-waktu bukan satu-satunya
kemungkinan pasti, melainkan tugas mulia manusia,tasawuf justru bahwa dunia
bukanlah teater seperti itu, bahwa realisasi alam baka. Seperti kata
Al-Ghazali, realisasi ini menepatkan dunia di luar akal dan pikiran waras.
7. Taat, kepatuhan mutlak dan total kepada
syekh dari salah satu tarekat sufi menggantikan tauhid, pengakuan bahwa tak ada
Tuhan, kecuali Allah. Pencapaian pengalaman mistis meniadakan syariat atau
pelaksanaan kewajiban sehari-hari dan kewajiban seumur hidup. Ini, bersama
metafisika panteistik tasawuf, mmengaburkan semua gagasan etika islam.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Latar belakang munculnya tasawuf bersamaan dengan
pertumbuhan dan perkembangan Islam itu sendiri, sebagai suatu agama dengan
prilaku hidup sederhana yang dicontohkan Rasulullah SAW sebagai Sumbernya.
Rasulullah Muhammad SAW telah memberikan landasan
berdasarkan wahyu Ilahi dalam kehidupan tasawuf. Kehidupan beliau yang sangat
sederhana dan meninggalkan kehidupan mewah bertujuan memberi contoh bagi para
sahabatnya. Segala sesuatu dalam kehidupan beliau menunjukkan kehidupan yang
sangat sederhana, termasuk perabot rumah tangga, makanan, minuman, dan pakaian
yang di gunakan sehari-hari.
tasawuf
salafi adalah tasawuf yang digagas oleh sekumpulan tokoh ulama salaf seperti
Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Tasawuf
Falsafi yaitu tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan
visi rasional.
B.
SARAN
Tasawuf
adalah salah satu cabang ilmu islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dalam islam.
Sebagai umat islam kita harus mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
mensucikan hati sanubari dengan cara, yaitu tobat, zuhud, sabar, shaleh,
tawakal, kerelaan (ridho), cinta dan ma’rifat.
Komentar
Posting Komentar