Makalah Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Nabi Muhammad saw., setelah resmi diangkat
menjadi Rasulullah, menyebarkan ajaran Agama Islam di Jazirah Arab dengan cara
sembunyi-sembunyi, setelah pengikut Agama Islam telah banyak dari keluarga
terdekat Nabi dan sahabat, maka turun perintah Allah untuk menyebarkan Islam
secara terang-terangan.
Namun dalam penyebarannya tidak berjalan mulus,
Rasulullah dalam menyebarkan Islam mendapatkan tantangan dari suku Quraisy .
Islam disebarkan dan dipertahankan dengan harta dan jiwa oleh para penganutnya
yang setia membela Islam meski harus dengan pertumpahan darah dalam peperangan,
sehingga Islam dapat berkembang dalam waktu yang relatif singkat.
Sepeninggal Rasulullah saw., kepemimpinan
Islam dipegang oleh Khulafā’ al-Rāsyidīn. Pada masa ini Islam mengalami kemajuan
yang sangat pesat, bahkan telah meluas
ke seluruh Wilayah Arab. Meskipun Islam telah berkembang pada masa
ini, namun juga banyak mendapat
tantangan dari luar dan dalam Islam sendiri. Seperti pada masa khalifah Ali bin
Abi Thalib banyak terjadi pemberontakan di daerah hingga terjadi perang
saudara. Salah satu perang dimasa Ali bin Abi Thalib ialah peperangan antara
Muawiyah dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang menghasilkan abitrase,
sehingga Muawiyah menggantikan posisi Ali bin Abi Thalib. Dampak yang
ditimbulkan dari abitrase ini adalah pengikut
Ali bin Abi Thalib bersepakat untuk membunuh Ali bin Abi Thalib dan
Muawiyah karena dianggap telah kafir dan halal dibunuh. Dalam rencana
pembunuhan ini, hanya Ali bin Abi Thalib yang berhasil dibunuh.
Berakhirlah masa Khulafā’ al-Rāsyidīn dan
digantikan oleh pemerintahan Dinasti Umayyah dibawah pimpinan Muawiyah bin Abi
Sofyan. Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Islam semakin berkembang dalam
segala aspek hingga perluasan daerah kekuasaan.
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah
berakhir, maka pemerintahan Islam digantikan oleh pemerintahan Dinasti
Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan
Umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman Nabi Muhammad saw. Dinasti
ini berdiri sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani
Hasyim setelah wafat Rasulullah saw.,
yaitu menyandarkan khilāfah kepada keluarga Rasulullah dan kerabatnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses berdirinya Dinasti Abbasyiah?
2.
Bagaimana sistem kekhalifahannya?
3.
Bagaimana masa kejayaan Dinasti Abbasyiah?
4.
Bagaimana runtuhnya Dinasti Abbasyiah?
C. Tujuan
Mungetahui
sejarah peradaban islam pada masa Dinasti Abbasyiah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Dinasti
Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah
ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari
tahun 132 H. (750 M.) s. d. 656 H. (1258 M.). Selama dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan
politik, sosial, dan budaya.
Pada masa
pemerintahan Dinasti Umayyah, Bani Abbas
telah melakukan usaha perebutan kekuasaan, Bani Abbas telah mulai melakukan
upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M)
berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal
dan memberikan toleransi kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului
oleh saudara-saudara dari Bani Abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas,
Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun
belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu, Ibrahim meninggal
dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena
melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu
Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk
khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.
Bani Abbasiyah merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas
kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah
dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab lebih dekat dengan Nabi saw.. Menurut
mereka, orang Bani Umayyah secara paksa
menguasai khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk
mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa, melakukan
pemberontakan
terhadap Bani Umayyah.
Pergantian
kekuasaan Dinasti Umayyah oleh Dinasti Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan
darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan tetapi
dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam
sejarah Islam.
Disebut
dalam sejarah bahwa berdirinya Bani Abbasiyah, menjelang berakhirnya Bani
Umayyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1. Penindasan yang terus menerus terhadap
pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan kaum Muslimin yang bukan Bangsa
Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
3. Pelanggaran terhadap Ajaran Islam dan hak-hak
asasi manusia dengan cara terang-terangan.
Oleh
karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan
gerakan rahasia untuk menumbangkan Bani Umayyah. Gerakan ini menghimpun;
a) Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu
Salamah;
b) Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c) Keurunan bangsa Persia pemimpinnya
Abu Muslim al-Khurasany.
Mereka
memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H./750 M.
tumbanglah Bani Umayyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, khalifah terakhir Bani Umaiyah. Atas
pembunuhan Marwan, mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya
khalifah yang pertama, yaitu Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas
al-Saffah, pada tahun 132-136 H./750-754 M.
Pada awal kekhalifahan Bani Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu al-Saffah
(750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu Ja’far
al-Mansur (754-775 M.) memindahkan pusat pemerintahan ke Bagdad. Daulah
Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan, sehingga
dapatlah dikelompokkan masa Bani Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan
dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal-usul penguasa selama masa 508
tahun Bani Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa, yakni Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Seljuk.
Abu
Su’ud[8] dalam bukunya mengemuakakan bahwa pemerintahan Bani Abbasiyah dibagi
ke dalam lima periode, yakni :
a. Periode Pertama (750-847 M)
Pada periode awal pemerintahan Dinasti
Abasiyah masih menekankan pada kebijakan perluasan daerah. Kalau dasar-dasar pemerintahan
Bani Abasiyah ini telah diletakkan dan dibangun oleh Abu Abbas al-Saffah dan
Abu Ja’far al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh
khalifah sesudahnya, sejak masa Khalifah al-Mahdi (775-785 M.) hinga Khalifah
al-Wasiq (842-847 M.). Zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti
Khalifah al-Ja’far, dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid.
Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama
kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.
b. Periode Kedua (232 H./847 M. – 334H./945M.)
Kebijakan Khalifah al-Mukasim (833-842 M.),
untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatar
belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia, pada masa
al-Makmun dan sebelumnya.khalifah al-Mutawakkil (842-861 M.) merupakan awal
dari periode ini adalah khalifah yang lemah.
Pemberontakan masih bermunculan dalam periode
ini, seperti pemberontakan Zanj didataran rendah Irak selatan dan Karamitah
yang berpusat di Bahrain. Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran
Bani Abbasiyah pada periode ini adalah; Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang
harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Kedua, profesionalisasi
tentara menyebabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga,
kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah
kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak
ke Bagdad.
c. Periode Ketiga (334 H./945 M.-447 H./1055 M.)
Posisi Bani Abasiyah yang berada di bawah
kekuasaan Bani Buwaihi merupakan ciri utama periode ketiga ini. Keadaan
Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani
Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya kedudukan Khalifah tidak lebih
sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu Bani Buwaihi
telah membagi kekuasaanya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai wilayah bagian
selatan Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai
wilayah al-Ahwaz, Wasit, dan Bagdad. Bagdad dalam periode ini tidak sebagai
pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasa Ali bin Buwaihi.
d. Periode Keempat (447 H./1055M.-590 H./1199 M.)
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan
Bani Saljuk dalam Daulah Abbasiyah. Kehadirannya atas naungan khalifah untuk
melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan khalifah memang sudah
membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali
setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syi’ah.
e. Periode Kelima (590 H./1199 M.-656 H./1258 M.)
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam
periode ini. Pada periode ini, Khalifah Bani Abbasiyah tidak lagi berada di
bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi
hanya di Bagdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah keku
f.
Periode Kelima (590 H./1199 M.-656 H./1258 M.)
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam
periode ini. Pada periode ini, Khalifah Bani Abbasiyah tidak lagi berada di
bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi
hanya di Bagdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah
menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar
menghancurkan Bagdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H./1256 M.
B.
PARA KHALIFAH DINASTI ABBASYIAH
Sebelum Abul Abbas Ash-Shaffah meninggal, ia
sudah mewasiatkan siapa penggantinya, yakni saudaranya, Abu Ja'far, kemudian
Isa bin Musa, keponakannya. Sistem pengumuman putra mahkota itu mengikuti cara
Dinasti Bani Umayyah. Dan satu hal yang baru lagi bagi para khalifah Abbasiyah,
yaitu pemakaian gelar. Abu Ja'far misalnya, ia memakai gelar Al-Manshur. Para
khalifah Bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah:
1. Abul Abbas As-Shaffah. (Pendiri) 749-754 M
2. Abu Ja'far Al-Manshur
754-775 M
3. Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi 775-785 M
4. Abu Muhammad Musa Al-Hadia 785-786
M
5. Abu Ja'far Harun Ar-Rasyid 786-809
M
6. Abu Musa Muhammad Al-Amin 809-813
M
7. Abu Ja'far Abdullah Al-Makmun 813-833
M
8. Abu Ishaq Muhammad Al-Mu'tashim 833-842
M
9. Abu Ja'far Harun Al-Watsiq 842-847
M
10. Abu Fadl Ja'far Al-Mutawakil 847-861
M
11. Abu Ja'far Muhammad Al-Muntashir 861-862 M
12. Abul Abbas Ahmad Al-Musta'in 862-866
M
13. Abu Abdullah Muhammad Al-Mu'taz 866-869 M
14. Abu Ishaq Muhammad Al-Muhtadi 869-870 M
15. Abul Abbas Ahmad Al-Mu'tamid 870-892
M
16. Abul Abbas Ahmad Al-Mu'tadid 892-902
M
17. Abul Muhammad Ali Al-Muktafi 902-905
M
18. Abul Fadl Ja'far Al-Muqtadir 905-932
M
19. Abu Mansur Muhammad Al-Qahir 932-934 M
20. Abul Abbas Ahmad Ar-Radi 934-940
M
21. Abu Ishaq Ibrahim Al-Muttaqi 940-944
M
22. Abul Qasim Abdullah Al-Mustaqfi 944-946
M
23. Abul Qasim Al-Fadl Al-Mu'ti 946-974
M
24. Abul Fadl Abdul Karim At-Thai 974-991
M
25. Abul Abbas Ahmad Al-Qadir 991-1031
M
26. Abu Ja'far Abdullah Al-Qaim 1031-1075
M
27. Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi 1075-1094
M
28. Abul Abbas Ahmad Al-Mustadzir 1094-1118
M
29. Abu Manshur Al-Fadl Al-Mustarsyid 1118-1135 M
30. Abu Ja'far Al-Mansur Ar-Rasyid 1135-1136
M
31. Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi 1136-1160
M
32. Abul Mudzarfar Al-Mustanjid 1160-1170
M
33. Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi 1170-1180 M
34. Abu Al-Abbas Ahmad An-Nasir 1180-1225 M
35. Abu Nasr Muhammad Az-Zahir 1225-1226
M
36. Abu Ja'far Al-Mansur Al-Mustansir 1226-1242
M
37. Abu Ahmad Abdullah Al-Mu'tashim Billah 1241-1258 M
Pada masa bangsa
Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656 H/1258 M, ada seorang pangeran
keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan kekhalifahan
dengan gelar khalifah yang hanya berkuasa di bidang keagamaan di bawah
kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar
Sultan. Jabatan khalifah yang disandang oleh keturunan Abbasiyah di Mesir
berakhir dengan diambilnya jabatan itu oleh Sultan Salim I dari Turki Usmani
ketika menguasai Mesir pada tahun 1517 M. Dengan demikian, hilanglah
kekhalifahan Abbasyiah untuk selama-lamanya.
Para
khalifah Bani Abbasiyah yang ada di Mesir adalah sebagai berikut.
1. Al-Muntashir 1261-1261
M
2. Al-Hakim I 1261-1302
M
3. Al-Mustakfi 1302-1340
M
4. Al-Wasiq 1340-1341
M
5. Al-Hakim II 1341-1352
M
6. Al-Mutadid I 1352-1362
M
7. Al-Mutawakkil I 1362-1377 M
8. Al-Mu'tashim 1377-1377
M
9. Al-Mutawakkil I 1377-1383
M
10. Al-Watsiq II 1383-1386
M
11. Al-Mu'tashim 1386-1389
M
12. Al-Mutawakkil I 1389-1406
M
13. Al-Musta'in 1406-1414
M
14. Al-Mu'tadid 1414-1441
M
15. Al-Mustakfi II 1441-1451
M
16. Al-Qaim 1451-1455
M
17. Al-Mustanjid 1455-1479
M
18. Al-Mutawakkil II 1479-1497
M
19. Al-Mustamsik 1497-1508
M
20. Al-Mutawakkil III 1508-1516
M
21. Al-Mustamsik 1516-1517 M
22. Al-Mutawakkil III 1517-1517 M
C. Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah
Pada periode pertama
pemerintah Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan. Secara politis para khalifah
betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus
agama. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat
dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Puncak kejayaan
Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan
anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam
keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga
pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India.
Pada masanya hidup
pula para filsuf, pujangga, ahli baca Al-qur’an dan para ulama di bidang agama.
Didirikan perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah. Di samping itu, kemajuan
tersebut paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu sebagai berikut.
1) Terjadinya asimilasi
antara bahasa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas,
bangsa-bangsa banyak masuk islam. Asimilasi berlangsung secara efektifdan
bernilai guna. Bangsa-bangsa itu member saham tertentu dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dalam Islam.
2) Gerakan penerjemahan
berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa Khalifah Al-Manshur hingga
Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya
dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung mulai masa Khalifah
Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam
bidang filsafat, dan kedokteran pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300
H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-bidang ilmu
yang diterjemahkan semakin meluas.
Dengan demikian,
Dinasti Abbasiyah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju sebagai pusat kota
peradaban dan pusat ilmu pengetahuan. Beberapa kemajuan dalam berbagai bidang
kehidupan dapat disebutkan sebagai berikut.
38. Bidang Agama
Kemajuan di bidang
agama antara lain dalam beberapa bidang ilmu, yaitu ulumul qur'an, ilmu tafsir,
hadis, ilmu kalam, bahasa, dan fiqh.
23. Fiqh
Pada masa dinasti Abbasiyah lahir para tokoh
bidang fiqh dan pendiri mazhab antara lain sebagai berikut.
1) Imam Abu Hanifah
(700-767 M).
2) Imam Malik (713-795
M).
3) Imam Syafi'i
(767-820 M).
4) Imam Ahmad bin
Hanbal (780-855 M).
24. Ilmu Tafsir
Perkembangan ilmu tafsir pada masa pemerintahan
Abbasiyah mengalami kemajuan pesat. Di antara para ahli tafsir pada masa
Dinasti Abbasiyah adalah
1) Ibnu Jarir
Ath-Thabari.
2) Ibnu Athiyah
Al-Andalusi.
3) Abu Muslim Muhamma
bin Bahar Isfahani.
25. Ilmu Hadis
Di antara para ahli hadis pada masa Dinasti
Abbasiyah adalah
1) Imam Bukhari
(194-256 H), karyanya Shahih Al-Bukhari.
2) Imam Muslim (w. 261
H), karyanya Shahih Muslim.
3) Ibnu Majah, karyanya
Sunan Ibnu Majah.
4) Abu Dawud, karyanya
Sunan Abu Dawud.
5) Imam An-Nasai,
karyanya Sunan An-Nasai.
6) Imam Baihaqi.
26. Ilmu Kalam
Kajian
para ahli ilmu kalam (teologi) adalah mengenai dosa, pahala, surga neraka,
serta perdebatan mengenai tuhan atau tauhid, menghasilkan suatu ilmu yaitu ilmu
kalam atau teologi.
Di antara tokoh ilmu kalam adalah
1) Imam Abul Hasan
Al-Asy'ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi, tokoh Asy'ariyah.
2) Washil bin Atha,
Abul Huzail Al-Allaf (w. 849 M), tokoh Mu'tazilah.
3) Al-Juba'i.
27. Ilmu Bahasa
Di
antara ilmu bahasa yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah ilmu
nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu badi', dan arudh. Bahasa Arab dijadikan
sebagai bahasa ilmu pengetahuan, disamping sebagai alat komunikasi antarbangsa.
Di antara para ahli ilmu bahasa adalah
1) Imam Sibawaih (w.
183 H), karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman.
2) Al-Kiasi.
3) Abu Zakaria Al-Farra
(w. 208 H), kitab Nahwunya terdiri dari 6.000 halaman lebih.
39. Bidang Umum
Dalam
bidang umum antara lain berkembang berbagai kajian dalam bidang filsafat,
logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geomatri, aljabar, aritmatika,
mekanika, astronomi, musik, kedokteran, kimia, sejarah, dan sastra.
1. Filsafat
Kajian di kalangan
umat islam mencapai puncaknya pada masa daulah Abbasiyah, di antaranya dengan
penerjemahan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.
Para
filsuf Islam antara lain:
1) Abu Ishaq Al-Kindi
(809-873 M), karyanya lebig dari 231 judul.
2) Abu Nasr Al-Farabi (
961 M) karyanya lebih dari 12 buah buju. ia memperoleh gelar Al-Mualimuts Tsani
(the second teacher), yaitu guru kedua, sedangkan guru pertama dalam bidang
filsafat adalah Aristoteles.
3) Ibnu Sina, terkenal
dengan Avicenna (980-1037 M). Ia seorang filsuf yang menghidupkan kembali
filsafat Yunani aliran Aristoteles dan Plato. Selain filsuf Avicenna juga
seorang dokter istana kenamaan. Di antara bukunya yang terkenal adalah Asy-Syifa,
dan Al-Qanun fi Ath -Thib ( Canon of Medicine).
4) Ibnu Bajah (w. 581
H).
5) Ibnu Tufail (w. 581
H), penulis buku novel filsafat Hayy bin Yaqdzan.
6) Al-Ghazali
(1058-1111 M). Al-Ghazali mendapat julukan Al-Hujjatul Islam. Karyanya antara
lain: Maqasid Al Falasifah, Al-Munqid Minadh Dhalal, Tahafut Al-Falasifah, dan
Ihya Ulumuddin.
7) Ibnu Rusyd di Barat
dikenal dengan Averros (1126-1198 M). Ibnu Rusyd, seorang filsuf, dokter, dan
ulama. Karyanya antara lain: Mabadi Al-Falasifah, Tahafut At-Tahafut
Al-Falasifah, Al-Kuliah fi Ath-Thibb, dan Bidayah Al-Mujtahid.
1. Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran pasa masa daulah Abbasiyah
berkembang pesat. Rumah-rumah sakit besar dan sekolah kedokteran banyak
didirikan.
Di antara ahli kedokteran ternama adalah
1) Abu Zakaria Yahya
bin Mesuwaih (w. 242 H), seorang ahli farmasi di rumah sakit Jundhisapur Iran.
2) Abu Bakar Ar-Razi
(Rhazes) (864-932 M) dikenal sebagai “Galien Arab”.
3) Ibnu Sina
(Avicenna), karyanya yang terkenal adalah Al-Qanun
fi Ath-Thib tentang teori dan praktik ilmu kedokteran serta membahas
pengaruh obat-obatan, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, Canon Of Medicine.
4) Ar-Razi, adalah
tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles, Ar-Razi
adalah penulis buku mengenai kedokteran anak.
2. Matematika
Terjemahan dari buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, menghasilkan
karya dalam bidang matematika. Di antara ahli matematika islam yang terkenal
adalah pengarang kitab Al-Jabar wal
Muqabalah (ilmu hitung), dan penemu angka nol. Sedangkan angka latin: 1, 2,
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut angka Arab karena diambil dari Arab. Sebelumnya
dikenal angka Romawi I, II, III, IV, V dan seterusnya. Tokoh lain adalah Abu
Al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin Al-Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli ilmu matematika.
3. Farmasi
Di antara ahli farmasi
pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Ibnu Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), Jami Al-Mufradat Al-Adawiyah (berisi
tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
4. Ilmu Astronomi
Kaum muslimin mengkaji dan menganalisis berbagai aliran ilmu
astronomi dari berbagai bangsa seperti bangsa Yunani, India, Persia, Kaidan,
dan ilmu falak Jahiliah. Di antara ahli astronomi Islam adalah
1) Abu Mansur Al-Falaki
(w. 272 H), karyanya yang terkenal adalah Isbat
Al-Ulum dan Hayat Al-falak.
2) Jabir Al-Batani (w.
319 H), Al-Batani adalah pencipta teropong bintang pertama. Karyanya yang
terkenal adalah kitab Ma’rifat Mathiil
Buruj Arbai Al-Falak.
3) Raihan Al-Biruni (w.
440 H), karyanya adalah At-Tafhim li Awal
As-Sina At-Tanjim.
5. Geografi
Dalam bidang
ageografi umat islam sangat maju, karena sejak semula bangsa Arab merupakan
bangsa pedagang yang biasa menempuh jarak jauh untuk berniaga. Di antara
wilayah pengembaraan umat islam adalah umat islam mengembara ke Cina dan
Indinesia pada masa-masa awal kemunculan Islam. Di antara tokoh ahli geografi
yang terkenal adalah
1) Abul Hasan
Al-Mas’udi (w. 345 H/956 M), seorang penjelajah yang mengadakan perjalanan
sampai Persia, India, Srilanka, Cina, dan penulis buku Muruj Az-Zahab wa Ma’adin Al-Jawahir.
2) Ibnu Khurdazabah
(820-913 M) berasal dari Persia yang di anggap sebagai ahli geografi islam
tertua. Di antara karyanya adalah Masalik
wa Al-Mamalik, tentang data-data penting mengenai sitem pemerintahan dan
peraturan keuangan.
3) Ahmad El-Yakubi,
penjelajah yang pernah sampai ke Armania, Iran, India, Mesir, Maghribi, dan
menulis buku Al-Buldan.
4) Abu Muhammad
Al-Hasan Al-Hamidani (w. 334 H/946 M), karyanya berjudul Sifatu Jazirah Al-Arab.
6. Sejarah
Masa Dinasti Abbasiyah
banyak muncul tokoh-tokoh sejarah beberapa tokoh sejarah lainnya antara lain:
1) Ahmad bin Al-Ya’kubi
(w. 895 M) karyanya adalah Al-Buldan
(negeri-negeri), At-Tarikh (sejarah).
2) Ibnu Ishaq
3) Abdullah bin Muslim
Al-Qurtubah (w. 889 M), penulis buku Al-Imamah
wa A-Siyasah, Al- Ma’arif, ‘Uyunul Ahbar, dan lain-lain.
4) Ibnu Hisyam.
5) Ath-Thabari (w. 923
M) penulis buku kitab Al-Umam wa Al-Muluk.
6) Al-Maqrizi.
7) Al-Baladzuri (w. 892
M), penulis buku-buku sejarah.
7. Sastra
Dalam bidang sastra, Bagdad merupakan pusat seniman dan sastrawan.
Para tokoh sastra antara lain:
1) Abu Nuwas, salah
seorang penyair terkenal dengan karya cerita humornya.
2) An-Nasyasi, penulis
buku Alfu Lailah wa Lailah (The Arabian Night), adalah buku cerita sastra
Seribu Satu Malam yang sanga Terkenal dan diterjemahkan ke dalam hamper seluruh
bahasa dunia.
D. Dinasti-Dinasti
Yang Memerdekakan Diri
Dari Dinasti Abbasiyah
Disintegrasi
sebenarnya sudah mulai terjadi pada akhir zaman Umayyah. Pada zaman Abbasiyah,
kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui oleh islam diwilayah Spanyol dan
Afrika utara, kecuali Mesir. Banyak wilayah yang tidak dikuasai Khalifah.
Hubungan daerah dengan khalifah ditandai dengan pembayaran upeti. Ada
kemungkinan bahwa penguasa bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan nominal
dari propinsi. Alasannya adalah, pertama, mungkin khalifah tidak cukup kuat
untuk membuat mereka tunduk. Kedua, penguasa Bani Abbas lebih menitikberatkan
pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.
Kebijakan
tersebut mengakibatkan lepasnya beberapa propinsi di pinggiran dari genggaman Bani Abbasiyah. Dinasti yang
melepaskan diri dari kekuasaan Abbasiyah diantaranya:
1.
Berbangsa Persia
Thahariyah
di Khurasan, Shafariyah di Fars, Samaniyah di Transoxania, Sajiyyah di
Azerbaijan, Buwaihiyyah, bahkan dinasti ini menguasai Baghdad.
2.
Berbangsa Turki
Thuluniyah
di Mesir, Ikhsyidiyah di Turkistan, Ghaznawiyah di Afganistan, Dinasti Saljuk
3.
Berbangsa Kurdi
Al-Barzuqani,
Abu Ali, Ayubiyah
4. Berbangsa
Arab
Idrisiyyah
di Maroko, Aghlabiyah di Tunisia, Dulafiyah di Kurdistan, Alawiyah di
Tabaristan, Hamdaniyyah di Allepo dan maushil, Mazyadiyyah di Hillah,
Ukailiyyah di Maushil, Mirdasiyyah di Aleppo
5. Yang
mengakui dirinya sebagai Khalifah:
a. Umawiyah
di Spanyol
b. Fathimiyah
diMesir.
E.
Faktor-faktor Penyebab Kemunduran
Dinasti Abbasiyah
Setelah
berakhir kekuasaan Dinasti Saljuk atas Bagdad atau Khilafah Abbasiyah,
merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak
lagi berada di bawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu, sehigga banyak sekali
dinasti-dinasti Islam yang berdiri. Pada masa inilah, Dinasti Abbasiyah mengalami
kemunduran.
Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Internal
Pada
masa pemerintahan Bani Abbasiyah, wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai
samudera Atlantik, disebelah timur sampai India dan perbatasan China, dan
diutara dari laut Kashpia sampai keselatan teluk Persia. Wilayah kekuasaan
Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan wilayah kekuasaan dinasti Mongol,
tidak mudah dikendalikan oleh para Khalifah yang lemah. Di samping itu, sistem
komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju saat itu, menyebabkan tidak cepat
dapat informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi
pemberontakan. Oleh karena itu, terjadilah banyak wilayah lepas dan berdiri
sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Ma’mun, dinasti ini mulai mengalami kemunduran. Sementara itu,
kejauhan wilayah-wilayah yang terletak di ketiga benua tersebut, dan
kemudian didorong oleh para khalifah
yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang tidak
terkendali bagi khalifah.
Karena tidak adanya suatu sistem dan
aturan yang baku menyebabkan sering gonta-ganti putera mahkota dikalangan
istana dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi kesatuan bulat terhadap
pengangkatan para pengganti khalifah. Seperti perang saudara antara Amin-Ma’mun
adalah bukti nyata. Di samping itu, tidak adanya kerukunan antara tentara,
istana, dan elit politik lain yang juga memicu kemunduran dan kehancuran
dinasti ini.
Dalam
buku yang ditulis Abu Su’ud, disebutkan faktor-faktor intern yang membuat
Daulah Abasiyah menjadi lemah kemudian hancur antara lain : (1) adanya
persaingan tidak sehat di antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah
Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki. (2) terjadi perselisihan pendapat
di antara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi
pertumpahan darah. (3) muncul dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan
sosial yang berkepanjangan. (4) akhirnya terjadi kemerosotan tingkat
perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.
2. Eksternal
Di
samping faktor-faktor internal, ada juga faktor ekstern yang menyebabkan
dinasti ini terjun kejurang kehancuran total, yaitu serangan Bangsa Mongol.
Latar belakang penghancuran dan penghapusan pusat Islam di Bagdad, salah satu
faktor utama adalah gangguan kelompok Asasin yang didirikan oleh Hasan ibn
Sabbah (1256 M.) dipegunungan Alamut, Iraq. Sekte, anak cabang Syi’ah
Isma’iliyah ini sangat mengganggu di Wilayah Persia dan sekitarnya. Baik di
Wilayah Islam maupun di Wilayah Mongol tersebut.
Setelah beberapa kali penyerangan
terhadap Assasin, akhirnya Hullagu, cucu Chengis Khan dapat berhasil
melumpuhkan pusat kekuatan mereka di Alamut, kemudian menuju ke Bagdad. Setelah
membasmi mereka di Alamut, tentara Mongol mengepung kota Bagdad selama dua
bulan, setelah perundingan damai gagal, akhirnya Khalifah menyerah, namun tetap
dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak 800. 000
orang.
Abu Su’ud mengemukakan bahwa faktor
ekstern yang menyebabkan hancurnya Dinasti Abbasiyah, adalah : (1) berlangsung
Perang Salib yang berkepanjangan, dan yang paling menentukan adalah (2) sebuah
pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil
menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di
Bagdad.
F. Akhir
kekuasaan Dinasti Abbasiyah
Serangan yang dilakukan oleh Hulaghu Khan dengan pasukannya
menjadi sebab berakhirnya kekuasaan dinasti Abbasiyah, terlebih ketika kota
Baghdad dihancurkan oleh tentara Mongol tersebut pada tahun 656H/1258M. Baghdad
dibumihanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah yang terakhir
(Al-Mu’tashim Billah) di bunuh dan buku-buku koleksi Baitul Hikmah dibakar dan
dibuang ke sungai Tigris sehingga warna airnya berubah menjadi hitam kelam
karena lunturan tinta yang ada pada buku tersebut.
Akibat
serangan tersebut maka lenyaplah kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang telah
memainkan peran penting dalam peradaban dan kebudayaan islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya,
maka dapatlah ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
1. Dinasti Abbasiyah melanjutkan kekuasaan
Bani Umayyah. Dinamakan Abbasiyah,
karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman
Nabi Muhammad saw.. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam
rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H. (750 M.) s. d. 656 H. (1258 M.).
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
2. Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, Umat Islam banyak
mengalami kemajuan yang sangat pesat, di antaranya dalam bidang administrasi,
agama, sosial, ilmu pengetahuan, dan pemerintah.
3. Kemunduran Dinasti Abbasiyah disebabkan
oleh banyak faktor, baik yang sifatnya internal maupun yang sifatnya eksternal.
Komentar
Posting Komentar